Minggu, 12 April 2009

mini 4wd : Trek Tamiya Terpanjang Se-Indonesia




ANTON dan Gondrong tidak bisa disebut anak-anak lagi. Umur mereka 21 dan 22 tahun kini. Tapi, berbaur dengan puluhan anak-anak usia lepas SD atau sedang SLTP di arena permainan balap Tamiya di lantai dua pusat perbelanjaan Goro, Jalan Margonda Raya, Depok, mereka tak ubahnya seperti anak-anak juga.

Sungguh tidak berlebihan jika disebut bahwa merekalah anak-anak generasi Tamiya. Tumbuh dan dibesarkan di tengah-tengah permainan adu cepat mobil mainan Tamiya.

Sungguh menarik mengamati bagaimana Anton yang memilih tidak melanjutkan bangku SMA-nya, dan lebur dengan arena permainan yang kini juga memberinya nafkah hidup bagi dirinya dan orangtua serta dua adik perempuannya. "Saya dulu hobinya naik gunung. Ibu saya meninggal dunia, waktu saya naik gunung. Saya terlambat sekali datang ke rumah. Sejak itu, saya benci naik gunung. Saya lalu pindah hobi ke mainan Tamiya ini," kisahnya.

Seraya bercerita, Anton senantiasa sibuk dengan kotak peralatannya, kira-kira setinggi koper anak sekolah. Pada kotak itu terdapat kotak-kotak kompartemen berisi aneka peralatan bongkar pasang Tamiya, berikut suku cadang. Peralatannya boleh disebut lengkap, karena dia biasa merakit mobil dari keadaan terlepas-lepas sama sekali komponennya sampai siap diadu.

Sebenarnya, bapaknyalah yang mendekatkan dia pada permainan Tamiya ini. "Saya mengikuti Bapak. Kegemaran pada Tamiya tak mungkin terjadi, tanpa dukungan orangtua. Sebab, biaya merakit mobil sangat gede untuk ukuran uang saku anak-anak. Satu mobil paling murah Rp 20.000–Rp 40.000 dan paling mahal Rp 75.000. Untuk memenangkan balapan butuh empat lima mobil. Dari mana uangnya kalau bukan dari orangtua," katanya.



Bapaknya kini sudah pensiun. Dia menemani anaknya dalam bisnis Tamiya ini dengan kegiatan merakitkan Tamiya yang spesial terutama untuk pembeli dewasa. Tamiya dengan desain khusus, rangka-rangka besi yang dibor dan disusun dengan sekrup-sekrup kecil, akan menghasilkan mobil dengan keandalan tinggi.

Tahun 2000 pastilah karena keasyikannya yang mendalam, Anton menjuarai balap Tamiya yang diselenggarakan pusat perkulakan Goro Depok. Tak tanggung-tanggung, ia juara pertama, kedua, dan ketiga sekaligus.

Di arena ini ia berkenalan dengan Gondrong, yang mengaku dibesarkan di tengah kecanduan Tamiya. "Mobil Tamiya saya menang aduan, karena rakitan Anton. Dia jago banget merakit Tamiya," ujar Gondrong.

Terbukti memang, selagi mobil-mobil lain di arena balap gampang terpelanting dari arena sirkuit, mobil yang dirakit Anton bisa memutar di trek yang sulit. Bahkan, melompat sempanjang dua meter dan mendarat di trek yang tepat.

"Kecepatan penting, tetapi tidak menentukan, keterampilan merakit juga penting. Tapi, mobil rakitan yang bagus tanpa didukung tenaga motor yang cepat tak akan menang juga," tutur Anton.

Lantaran kecanggihannya bermain Tamiya, Goro mempercayainya mengelola arena permainan Tamiya di lantai dua pusat perbelanjaan itu. Sungguh mengherankan melihat penampilan "bocah" itu. Dia telah memimpin sebuah bisnis yang tidak kecil ukurannya. Bahkan, bapaknyalah yang membantu usahanya. Bukan sebaliknya.

Untuk urusan keuangan, dia dibantu oleh adik-adik perempuannya. Sebulan sekali atau dua minggu sekali, dia menyelenggarakan perlombaan Tamiya berhadiah.

Peminatnya, kata Anton, tidak pernah sepi. Perlombaan bisa berlangsung sampai jam dua pagi. Anton pun mendapatkan keuntungan dari menjual mobil, onderdil, dan melayani perakitan, meskipun dia mengaku keberatan menyebut untungnya.

Arena balap yang disebut trek di Goro, kata Anton, bisa disebut yang terpanjang se-Depok. Dibanding trek terpanjang se-Indonesia yang panjang arenanya mencapai 3 kilometer di pusat perbelanjaan di Jakarta, trek yang diurus Anton hanya beberapa puluh meter.

Di tengah keasyikan bermain Tamiya, Anton tumbuh dan dibesarkan oleh Tamiya. Meski permainan itu menyita waktu juga, permainan ini jauh lebih menggugah kreativitas. "Terus terang, saya punya cita-cita membuat trek terpanjang se-Indonesia," katanya, sambil terus mengutak-atik Tamiya. Tidak salah, jika Anton layak disebut generasi "Tamiya". (DODY WISNU PRIBADI)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar